Thursday, July 12, 2007 |
KAKIKU TERPAKU
|
Aku berjalan Mengendarai sepotong jarum jam Detik demi detik aku lewati Tanpa aku pernah mampu menghentikan geraknya Atau melompat mengacuhkannya; Karena turun dari jok itu Adalah kematian bagiku
Tak tahu … Tiba-tiba saja aku sudah terduduk di sini Ketika seorang nenek renta Dengan tertatih-tatih menghampiriku: “Pulanglah, hari telah beranjak siang …”
Aku hanya bisa terdiam Sambil memandang sang nenek itu berlalu; Kakiku seperti terpaku!
Aku bermain di bebiruan hari ini Memutar-mutar bola mimpi Dalam kegersangan pikiran Seorang kakek Dengan tatap mata yang dalam ia bertutur kepadaku: “Anak muda, pulanglah. Hari telah menjadi siang!”
Aku hanya bisa terdiam Sambil memandang sang kakek itu berlalu: Kakiku seperti terpaku
Kembali aku bermain Memutar-mutar bola mimpi Kali ini … Dengan seikat harapan Ketika tiba-tiba berdiri di depan hidungku Seorang muda perkasa Yang dengan mata merah melotot Ia menghardikku: “Pulang!! Hari telah menjadi siang! Tidakkah kau lihat api Yang menjalari dapur rumahmu Tidakkah engkau dengar derai tawa Yang menindih derai isak tangis Tidakkah engkau cium Bau busuk bangkai dalam nafas kamarmu Tidakkah engkau rasakan kepedihan itu Memasuki setiap ruang-ruang sempit Kesadaranmu.
Segerahlah engkau pulang Sebelum sang matahari Benar-benar enggan menunggumu Jangan biarkan saudara-saudaramu itu Menjelma dewa-dewa Berdiri angkuh di balik tembok-tembok istana Yang suaranya menggaung dari menara Sampai di padas-padas Ngarai dan samudra Dan kaudapati; setiiap waktu mereka mengincar nyawamu. Nasibmu. Bangunlah! Pulanglah!”
Aku hanya bisa terdiam Sambil memandang sang perkasa itu berlalu: Kakiku seperti terpaku!
[ Malang, 5 Mei 1999 ]
|
|
0 Comments: |
|
|
 |
|
|
|
|
|